News

Mondok Mencari Barokah, Alumni Pesantren Maqnaul Ulum Sukowono Jember Ini Sukses Jadi Petani Tebu

Kisah Sukses H. Fathorrosi, Alumni Pesantren Maqna'ul Ulum Sukowono (Bagian-1)

Jember,  Portal Jawa Timur – H. Fathorrosi tak pernah membayangkan dirinya bakal  bertani tebu, bahkan akhirnya menjadi petani tebu yang cukup sukses. Baginya, menjalani kehidupan tak ubahnya bagai air. Mengalir begitu saja tanpa ada target tertentu.

Baca Juga: Kiai Azaim Ibrahimy Apresiasi Perjuangan KH Ahmad Nahrawi, Pendiri Pesantren Maqnaul Ulum Sukowono Jember

“Tapi saya yakin, air itu tidak berjalan sendiri, ada yang mengatur, yaitu Allah,” ujarnya di Bondowoso, Sabtu (22/2/2025).

Ketika nyantri di Pondok Pesantren Maqna’ul Ulum, Sukowono Kabupaten Jember, Fathorrosi muda tak pernah punya target apapun, misalnya harus begini dan begitu, wajib ini dan itu. Tidak. Ia hanya ingin mengabdi kepada kiai dan pengasuh tanpa harus meninggalkan kewajiban belajar.

Baca Juga: Dandim 0824/Jember Pimpin Pembacaan Surat Yasin di Haul KH Ahmad Nahrawi Sukowono

“Waktu mondok saya bantu-bantu koperasi pesantren,” tambahnya.

H. Fathorrosi masuk Pesantren Maqna’ul Ulum tanggal 1 Oktober 1991, dan keluar tahun 1996. Selama mondok, waktu senggangnya lebih banyak dimanfaatkan untuk mengabdi bagi keperluan pengasuh. Selain bantu-bantu mengurus dapur koperasi, dia juga bantu-bantu mengurus sawah kiai.

“Selasa dan Jumat, saya ke sawah, kadang mupuk kubis, dan pekerjaan ringan lainnya,” kenangnya.

H. Fathorrosi memang suka mengabdi kepada kiai untuk mencari barokah tanpa mengabaikan tugas-tugas kesantrian seperti belajar dan sebagainya. Semua yang dititahkan sang kiai (KH Ahmad Nahrawi) sebisa mungkin dilakoninya dengan sungguh-sungguh dan ikhlas.

Ia ingat betul dawuh KH Ahmad Nahrawi yang sangat mengesakan, yaitu bahwa menjadi orang alim itu gampang, menjadi orang pintar juga mudah, yang susah adalah menjadi orang ikhlas.

“Saya ingat betul kata-kata itu dari allah yarham Kiai Nahrawi, dan itu menjadi modal bagi saya,” urainya.

Ikhlas menjadi kata kunci sukses H. Fathorrosi dalam meraih kehidupan yang baik di kemudian hari. Apa yang lakukannya di pesantren, diniatkan untuk mengabdi guna mendapatkan barokah dan doa sang guru. Sebab, betapa banyak orang pintar dan banyak harta, tapi tidak barokah. Dan ujung-ujungnya tak memberi makna apapun dalam kehidupan.

Berangkat dari situ, H. Fathorrosi yakin bahwa apa yang diraihnya saat ini, semata-mata karena barokah dan doa sang guru (KH. Ahmad Nahrawi dan keturunannya).

Jika mendapatkan barokah, seruwet hidup cobaan hidup, ada saja jalan yang bisa ditempuh untuk keluar dari  permasalahan.

Dan satu hal, H. Fathorrosi tak pernah bermimpi untuk menjadi petani tebu sukses seperti sekarang ini.

Bahkan di awal-awal menjalani kehidupan rumah tangga, ia sempat menjadi buruh bajak sawah dengan menggunakan dua sapi. Ia hanya mengambil ongksos dari majikan yang punya sapi.

Namun seiring berjalannya waktu, kehidupannya terus membaik. Sedikit demi sedikit usaha bercocok tanam tebu, akhirnya menjadi bukit. Dan jadilah sekarng ini dia petani tebu yang tajir.

“Saya merasa dan yakin itu karean doa dan barokah para guru saya di pesantren,” pungkasnya (Jbr-1/AAR)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Content is protected !!