Dalam tiga hari ke depan, warga Jember akan memilih bupati dan wakil bupati. Tak kurang dari 1,9 juta lebih pemilih akan berbondong-bondong datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), pada Rabu, 27 November 2024, untuk menggunakan hak pilihnya.
Suara pemilih tersebut merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Mereka yang terpilih melalui pilkada adalah mandataris rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, memberikan pelayanan dasar, serta melakukan pemberdayaan masyarakat.
Sebagai mandataris rakyat, posisi bupati dan wakil bupati sangat penting dan strategis dalam melaksanakan otonomi daerah. Sementara otonomi daerah itu sendiri, menurut Ryas Rasyid bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan pembangunan dan pelayanan publik.
Untuk itu, seluruh warga Jember harus hati-hati dalam memilih bupati dan wakil bupati. Dari dua pasangan calon bupati dan wakil bupati, siapa kira-kira pasangan calon yang bisa menjadi jembatan antara tujuan otonomi daerah dan harapan rakyat?
Setelah melalui kajian dan penelitian yang mendalam, dari pasangan Hendy-Firjaun sampai pasangan Fawait-Djoko, saya lebih memilih pasangan nomor urut 2 dengan 8 alasan:
Pertama, Gus Fawait merupakan politisi berbakat yang punya riwayat elektoral sangat bagus. Dari pemilu ke pemilu, perolehan suara pribadi semakin terus meningkat. Ini bukti kepercayaan rakyat terhadap Gus Fawait semakin solid. Banyak anggota dewan terkena erosi elektoral karena cidera janji dan kekecewaan pendukung. Gus Fawait malah kian mengakar di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, Gus Fawait adalah pemimpin muda yang lahir dari rahim pendidikan pesantren, aktivis kampus dan praktisi partai politik. Tiga milieu itu yang telah menjaga idealisme, yang menurut Tun Malaka, sebagai sebuah kemewahan untuk pemuda dalam berbakti bagi daerah tempat lahir.
Ketiga, Fawait-Djoko adalah pasangan yang mendapat dukungan mayoritas partai parlemen. Sehingga visi misi dan program bupati dan wakil bupati nantinya akan berjalan tanpa resistensi politik yang berarti. Tak kurang dari 42 kursi DPRD Kabupaten Jember, adalah jangkar parlemen bagi paslon ini dalam memback-up realisasi janji-janji kampanye.
Keempat, Fawait-Djoko merupakan paslon yang paling mungkin bersinergi dengan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat. Fawait-Khofifah-Prabowo adalah pemimpin yang sudah disatukan oleh Asta Cita dalam melakukan transformasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Kelima, Gus Fawait adalah orang yang berpengalaman mengelola politik anggaran dari berbagai tingkatan pemerintahan. Sebab, membangun Jember tak cukup dari APBD kabupaten, tapi mutlak membutuhkan program dan alokasi anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBN.
Keenam, posisi Gus Fawait sebagai calon bupati bukan calon wakil bupati, yang lebih berkuasa secara politik dan administrasi dalam mengelola Pemkab Jember. Ini pertama kali dalam sejarah, Jember akan diperintah oleh mahaputra pesantren. Sehingga, ia akan memegang kendali pemerintah, bukan justru jadi bemper pemerintahan yang nirpesantren.
Ketujuh, paslon Fawait-Djoko merupakan kombinasi politisi-birokrat yang akan saling mengisi. Lazimnya, politisi melahirkan pemimpin yang visioner layaknya seperti Gus Fawait. Sementara birokrasi melahirkan pemimpin tertib administrasi seperti Pak Djoko. Jember membutuhkan keduanya demi mewujudkan kemajuan daerah.
Kedelapan, rakyat Jember butuh bupati dan wakil bupati baru, sebab bupati dan wakil bupati lama kurang mampu memenuhi 11 Indikator Kinerja Utama (IKU), baik pertumbuhan ekonomi, indeks theil, angka kemiskinan, indeks gini, indeks pembangunan gender (IPG), indeks pembangunan manusia (IPM), tingkat pengangguran terbuka (TPT), indeks reformasi birokrasi, indeks kesalehan sosial, indeks kualitas lingkungan hidup maupun indeks resiko bencana.
Jadi, 8 alasan di atas lebih dari cukup untuk menjadi pertimbangan rasional guna mencoblos Fawait-Djoko. Paslon yang terpaut 28 tahun ini, Fawait (36 tahun) dan Djoko (64 tahun), telah membawa angin segar bagi krisis kepemimpinan daerah pada 10 tahun terakhir.
Hubungan bupati dan dewan yang tak harmonis, tak bakal terulang. Sebab, bupati berasal dari mantan anggota DPRD propinsi 2 periode. Demi efektifitas pemerintahan, kekompakan bupati dan dewan sebagai satu kesatuan unsur akan menjamin produktifitas kinerja birokrasi daerah.
Penataan birokrasi yang kacau balau di pemerintah kabupaten, bakal lebih tertib. Sebab, wakil bupati adalah mantan kepala BPN yang mengerti betul meritokrasi sistem dalam melakukan reformasi birokrasi sesuai dengan tugas pokok dari pemerintahan daerah.
Satu lagi yang tak boleh dilupakan: Gus Fawait masih muda. Ia adalah ikon politisi milenial, cerdas dan punya sumber daya politik yang mumpuni.
Tidak heran jika setiap turun ke masyarakat, Gus Fawait selalu dielu-elukan warga, mulai dari Gen-Z hingga emak-emak. Itu menandakan bahwa mereka juga mengidolakan Gus Fawait.
Namun tidak ada artinya peng-idolaan itu jika mereka tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak suaranya dengan memilih Gus Fawait. Selain membuyarkan label idola, mereka juga tidak berpartisipasi dalam pembangunan Jember lima tahun ke depan.
Saya yakin, dengan mencoblos Fawait-Djoko, Jember sebagai daerah terbesar ketiga di Jawa Timur, akan mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Dengan menjadikan Fawait- Djoko, maka sama dengan menjadikan Jember maju dan sejahtera. Semoga!!!
Penulis adalah Bupati LIRA Jember dan Pembina Wandas Foundation, Pegiat Sosial Kabupaten Jember