Pendidikan

Matangkan Konsep Paradigma Mata Air Keilmuan, UIN KHAS Jember Gelar FGD

Jember,  Portal Jawa Timur – Mata Air Keilmuan menjadi tema bahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember di Hotel 91 Syariah Jember.

FGD tersebut dibuka oleh Rektor UIN KHAS Jember Prof Hepni Zain, Jumat (19/7/2024), dan berlangsung selama dua hari.

Menurut Prof Hepni, FGD itu dihelat untuk mematangkan konsep  Mata Air Keilmuan sebagai karakter yang terintegrasi bagi sivitas akademika UIN KHAS Jember.

Baca Juga: Rektor UIN KHAS Jember, Prof Hepni Sebut Moderasi Beragama Butuh Keteladanan Bukan Cuma Teori

Katanya, dengan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki kampus UIN KHAS Jember diharapkan paradigma Mata Air Keilmuan dapat memberikan distingsi sekaligus ekstensi bagi kampus yang berlokasi di Jalan Mataram Nomor 1, Krajan, Kelurahan Sempusari, Kecamatan  Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur itu.

Baca Juga: Fida, Hafal 30 Juz Al-Qur’an Sekaligus Wisudawan Terbaik UIN KHAS Jember: Ini Dia Profilnya

“Kita hampir kehabisan model ketika yang lain (perguruan tinggi negeri Islam) sudah punya (paradigma keilmuan) meskipun tidak terlalu mendalam dan mengakar,” ujarnya saat memberikan pengarahan.

Prof Hepni  lalu menyebut sejumlah perguruan tinggi negeri Islam di tanah air sudah memiliki paradigma keilmuan yang terintegrasi, misalnya Jaring Laba-laba di UIN SUKA Yogyakarta, Pohon Ilmu di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Twin Towers di UINSA Surabaya, dan sebagainya.

Ia menambahkan, paradigma keilmuan yang mereka buat itu sudah rinci. Misalnya di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Di situ setiap pejabat dan karyawan sudah satu pemahaman dan satu bahasa terkait dengan paradigma integrasi Pohin Ilmu atau Pohon Ilmu yang terintegrasi.

“Di Yogyakarta juga begitu, interkoneksi Laring Laba-laba itu, mulai dari tendik hingga rektor sudah bisa mendiskripsikan tentang apa interkoneksi keilmuan itu,” jelasnya.

Sedangkan di UIN KHAS Jember, individu pengelolanya  masih berbeda memaknai paradigma Mata Air Keilmuan. Prof Hepni mengaku pernah studi banding ke Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung untuk belajar terkait retorika sistematisnya, mulai dari pemikiran dan tafsir yang bermacam-macam, lalu berbentuk postulat, yang lalu disepakati sebagai paradigma lembaga.

“Dan itu kemudian akhirnya menjadi satu bahasa. Maksudnya semua orang memahami apa yang dimaksud Mata Air Keilmuan. Jadi tidak lagi bermacam-macam redaksinya,” ucapnya di hadapan 40 peserta FGD.

Prof Hepni mengungkapkan, untuk membangun paradigma Mata Air Keilmuan diperlukan banyak perspektif, sehingga muncul istilah: lebih baik satu taman tapi banyak bunga daripada satu bunga namun banyak taman. Artinya paradigma Mata Air Keilmuan itu dilihat dari banyak sudut pandang: tafsir hadits, dan sebagainya.

“Itulah yang kemudian menjadi penting kita rumuskan. Ini juga sebagai antisipasi APT tanggal 31 Juli, itu pasti ditanya apa yang dimaksud dengan Mata Air Keilmuan ini. Jadi bahasanya sudah konkret mulai dari jawaban rektor hingga jawaban satpam,” pungkasnya (Jbr-1/AAR).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button