Idul Fitri: Akhir Kisah Pendengki, Kemenangan Silaturahmi, dan Dendam Harus Mati
Oleh: Aisyah Ajhury Al Hasani

Idul Fitri bukan sekadar hari kemenangan bagi mereka yang berpuasa, tetapi juga garis akhir bagi pendengki—mereka yang hatinya gelap oleh iri dan hasad, yang lisannya penuh cercaan, dan yang hidupnya dipenuhi kebencian. Sebab Idul Fitri adalah perayaan kebersihan jiwa, kemenangan atas nafsu, dan kemuliaan silaturahmi. Bagi mereka yang masih memelihara permusuhan, Idul Fitri adalah panggilan terakhir sebelum pintu-pintu keberkahan tertutup bagi mereka.
Rasulullah ﷺ bersabda: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (HR. Bukhari & Muslim)
Bagaimana mungkin seseorang merayakan hari kemenangan, sementara hatinya masih tertawan oleh kebencian? Bagaimana mungkin seseorang mengumandangkan takbir, sementara jiwanya menolak berdamai? Inilah hari di mana manusia diuji dengan kemuliaan akhlaknya—apakah ia akan menjadi hamba yang benar-benar kembali suci, atau tetap terbelenggu dalam kedengkian dan keangkuhan?
Hasad: Penyakit yang Menghanguskan Amal
Hasad dan dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Ia bukan hanya membakar pahala, tetapi juga menghapus keberkahan hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)
Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata:
“Hasad itu berawal dari permusuhan, diiringi dengan kemarahan, dan berakhir dengan kebinasaan.”
Sementara itu, Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah menasihati:
“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih zalim daripada pendengki. Dia selalu dalam keadaan sedih, sementara orang yang dia dengki hidup dalam kebahagiaan.”
Jika Idul Fitri datang tetapi hati masih penuh kebencian, maka hakikat kemenangan belum diraih. Justru hati itu sedang dikalahkan oleh nafsu dan bisikan setan.

Hari di Mana Dendam Harus Mati
Jika Ramadan adalah bulan pembakaran dosa, maka Idul Fitri adalah hari kelahiran kembali. Tetapi, bagi mereka yang masih menyimpan dendam, seolah-olah mereka menolak lahir kembali dalam keadaan fitri.
Lihatlah bagaimana Nabi Yusuf ’alaihis salam memaafkan saudara-saudaranya yang telah membuangnya ke dalam sumur. Lihatlah bagaimana Rasulullah ﷺ memaafkan penduduk Makkah yang pernah mengusir dan menyakitinya. Mereka tidak menyimpan dendam, karena mereka tahu bahwa dendam hanya akan membunuh kedamaian jiwa mereka sendiri.
Jika Idul Fitri datang tetapi hati masih penuh kebencian, maka hakikat kemenangan belum diraih. Justru hati itu sedang dikalahkan oleh nafsu dan bisikan setan.
Silaturahmi: Nafas Sejati Idul Fitri
Idul Fitri bukan hanya tentang pakaian baru, makanan lezat, atau amplop berisi uang. Idul Fitri adalah tentang memperbaiki yang rusak, menyambung yang terputus, dan menguatkan yang rapuh.
Rasulullah ﷺ bersabda: إِنَّ أَفْضَلَ الصَّدَقَةِ إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
“Sesungguhnya sedekah yang paling utama adalah mendamaikan hubungan yang retak.” (HR. Abu Dawud)
Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
“Orang yang paling berhak mendapatkan kasih sayang Allah adalah mereka yang hatinya bersih dari kebencian dan lidahnya suci dari celaan.”
Maka, siapa pun yang masih memiliki urusan yang belum selesai—sebuah permintaan maaf yang belum terucap, sebuah keikhlasan yang belum diberikan, atau sebuah pintu yang masih tertutup—Idul Fitri adalah saatnya untuk menyelesaikan semuanya. Jangan biarkan kedengkian mengubur kebahagiaanmu sendiri. Jangan biarkan ego menjauhkanmu dari keberkahan.

Jangan Biarkan Takbirmu Kosong
Hari ini, kita mengumandangkan takbir dengan penuh haru. Tapi, apakah takbir kita benar-benar bermakna jika hati masih penuh kebencian? Apakah kemenangan kita benar-benar nyata jika masih ada saudara yang kita jauhi karena amarah?
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata: “Barang siapa yang ingin kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia membersihkan hatinya dari kebencian, karena Allah tidak akan menerima amal dari hati yang kotor.”
Maka sebelum kaki melangkah ke tempat shalat Idul Fitri, sebelum suara bertakbir menggema, tanyakanlah pada hati:
“Sudahkah aku benar-benar bersih?”
“Sudahkah aku benar-benar menang?”
Jika masih ada yang tersakiti karena kita, segeralah meminta maaf. Jika masih ada yang menjauhi kita karena kesalahan di masa lalu, bukalah pintu silaturahmi. Sebab Idul Fitri bukan hanya tentang kita, tetapi juga tentang bagaimana kita dengan sesama.
Jangan biarkan Idul Fitri berlalu tanpa menyelesaikan semua yang menghalangi kebahagiaan sejati. Sebab bagi para pendengki, ini adalah akhir kisah mereka. Tapi bagi mereka yang memaafkan, ini adalah awal dari kehidupan baru yang penuh keberkahan.
Takbir telah berkumandang. Maafkan, damaikan, dan rayakanlah kemenangan ini dengan hati yang benar-benar suci.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan dan Dakwah serta Koordinator Pemberdayaan Perempuan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur