Opini

Elongasi dan Penetapan Awal Ramadan: Perspektif Ilmu Falak

Oleh: Aisyah Ajhury Al Hasani

Penentuan awal bulan Ramadan menjadi salah satu isu penting dalam ilmu falak (astronomi Islam). Metode yang digunakan umumnya terbagi menjadi hisab (perhitungan astronomis) dan rukyat (pengamatan langsung hilal). Salah satu parameter utama dalam metode hisab adalah elongasi, yaitu sudut antara bulan dan matahari yang diamati dari bumi.

Perbedaan dalam pemahaman dan penerapan metode hisab dan rukyat sering kali menyebabkan perbedaan dalam penetapan awal Ramadan. Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep elongasi secara lebih mendalam, rumus perhitungannya, serta bagaimana variasi interpretasi dalam satu kitab falak dapat menyebabkan perbedaan hasil penetapan awal bulan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَهِلَّةِۖ قُلۡ هِيَ مَوَٰقِيتُ لِلنَّاسِ وَٱلۡحَجِّۗ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: ‘Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.’” (QS. Al-Baqarah: 189)

Ayat ini menunjukkan bahwa hilal memiliki peran penting dalam penentuan waktu ibadah, termasuk Ramadan. Oleh karena itu, metode penetapan awal bulan harus memiliki dasar ilmiah dan sesuai dengan ketentuan syariat.

Pengertian Elongasi dan Relevansinya dalam Penetapan Hilal

Dalam astronomi, elongasi adalah sudut antara bulan dan matahari dengan titik pusat pengamatan dari bumi. Semakin besar elongasi, semakin jauh bulan dari matahari di langit, sehingga kemungkinan hilal terlihat semakin besar.

Jika elongasi bulan terlalu kecil, cahaya bulan akan terlalu dekat dengan cahaya matahari sehingga sulit untuk dideteksi oleh mata manusia maupun teleskop. Oleh karena itu, elongasi menjadi salah satu indikator utama dalam hisab untuk menentukan kemungkinan visibilitas hilal.

Rumus Perhitungan Elongasi

Elongasi bulan terhadap matahari dapat dihitung menggunakan rumus trigonometri dalam koordinat ekliptika sebagai berikut:

Di mana:

  •  = Elongasi (sudut antara bulan dan matahari)
  •  = Lintang ekliptika bulan
  •  = Lintang ekliptika matahari
  •  = Bujur ekliptika bulan
  •  = Bujur ekliptika matahari

Namun, dalam praktiknya, elongasi sering dihitung menggunakan software astronomi seperti Stellarium, Accurate Times, atau Al-Ma’unah, yang menggunakan data pergerakan benda langit berdasarkan algoritma astronomi modern.

Kriteria Elongasi dalam Visibilitas Hilal

Berbagai lembaga astronomi dan organisasi Islam telah menetapkan kriteria elongasi minimal yang memungkinkan hilal dapat terlihat:

  1. Kriteria Danjon
  • Hilal tidak mungkin terlihat jika elongasi kurang dari 7 derajat.
  1. Kriteria Odeh (2004)
  • Hilal mungkin terlihat jika elongasi minimal 5 derajat dan tinggi bulan minimal 5 derajat.
  1. Kriteria MABIMS (2021)
  • Hilal dianggap mungkin terlihat jika tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
  1. Kriteria LAPAN Indonesia
  • Direkomendasikan menggunakan minimal elongasi 6,4 derajat, mengikuti standar MABIMS terbaru.

Bagaimana Perbedaan Elongasi Menyebabkan Perbedaan Awal Ramadan?

Dalam menentukan awal Ramadan, metode hisab dan rukyat memiliki pendekatan yang berbeda terhadap elongasi:

  1. Kelompok Hisab Murni (Misalnya Muhammadiyah)
  • Menggunakan perhitungan posisi geometris bulan tanpa memerlukan pengamatan hilal secara langsung.
  • Jika hisab menunjukkan bahwa bulan sudah berada di atas ufuk dengan elongasi yang memenuhi kriteria tertentu, maka awal bulan baru ditetapkan.
  1. Kelompok Rukyat (Misalnya NU dan Pemerintah RI)
  • Meskipun hisab digunakan sebagai panduan, penentuan awal bulan tetap bergantung pada hasil rukyat.
  • Jika hilal tidak terlihat meskipun elongasi sudah memenuhi kriteria teoritis, maka awal bulan ditunda hingga rukyat berhasil melihat hilal.

Perbedaan dalam metode ini sering menyebabkan perbedaan awal Ramadan di Indonesia, karena ada kemungkinan hilal tidak terlihat di lokasi tertentu meskipun secara hisab sudah memenuhi syarat visibilitas.

Studi Kasus: Perbedaan Hasil dalam Satu Kitab Falak

Penulis bersama keluarganya

Kadang-kadang, dua lembaga atau pondok pesantren yang menggunakan kitab falak yang sama bisa menghasilkan kesimpulan berbeda. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan beberapa kemungkinan:

  1. Perbedaan Interpretasi Kriteria Hisab

Sebagian kitab falak klasik masih menggunakan kriteria visibilitas hilal lama, seperti:

  • Tinggi bulan minimal 2 derajat
  • Elongasi minimal 3 derajat

Sementara itu, kitab atau metode yang lebih baru menggunakan kriteria MABIMS 2021, yang lebih ketat:

  • Tinggi bulan minimal 3 derajat
  • Elongasi minimal 6,4 derajat

Jika suatu pondok masih menggunakan kriteria lama sementara pondok lain menggunakan kriteria baru, maka akan terjadi perbedaan dalam menentukan awal Ramadan.

  1. Kesalahan dalam Memasukkan Data Astronomi

Dalam hisab, kesalahan kecil dalam memasukkan data seperti waktu ijtimak (konjungsi bulan-matahari), koordinat lokasi, atau faktor refraksi atmosfer bisa menyebabkan hasil yang berbeda.

  1. Perbedaan dalam Metode Penyelarasan Hisab-Rukyat

Ada pondok pesantren yang mengutamakan hisab, sementara yang lain lebih menekankan rukyat. Jika hasilnya bertentangan, ada yang tetap berpegang pada hisab, sedangkan yang lain memilih menunggu rukyat.

Kesimpulan

Elongasi merupakan faktor krusial dalam menentukan kemungkinan visibilitas hilal dan sangat berpengaruh dalam penetapan awal Ramadan. Berbagai kriteria telah dikembangkan untuk memastikan bahwa hilal benar-benar dapat terlihat sebelum menetapkan masuknya bulan baru.

Namun, perbedaan dalam metode hisab dan rukyat, serta variasi interpretasi dalam satu kitab falak, sering menyebabkan perbedaan penetapan awal Ramadan. Jika ada dua pihak yang menggunakan kitab yang sama tetapi menghasilkan kesimpulan berbeda, kemungkinan besar perbedaan tersebut berasal dari perbedaan kriteria, kesalahan memasukkan data, atau perbedaan pemahaman terhadap istilah astronomi.

Allah berfirman:

وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ بِحُسۡبَانٖ

“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahman: 5)

Oleh karena itu, penting bagi setiap lembaga falak untuk terus memperbarui metode dan kriteria agar sesuai dengan perkembangan ilmu astronomi modern. Selain itu, koordinasi antar lembaga juga sangat penting untuk menjaga kesatuan dalam penetapan awal bulan Hijriah dan menghindari perbedaan yang tidak perlu dalam pelaksanaan ibadah Ramadan (*).

Penulis adalah praktisi pendidikan dan dakwah dan merupakan koordinator pemberdayaan perempuan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Content is protected !!