Sangkal Putung, Ini Penjelasan dr. Nanang Hari Wibowo, Dokter Specialis Bedah Orthopedi RS Siloam Jember
Jember, Portal Jawa Timur – – Sangkal putung. Nama ini merujuk apa seseorang yang ahli dalam menyambung atau memperbaiki tulang yang patah karena kecelakaan, dan lain sebagainya. Ia bukan tabib, atau apalagi dokter. Tapi kemampuannya dalam menyambung dan atau memperbaiki tulang yang rusak, tidak diragukan lagi.
Hingga saat ini di mana dunia medis sudah begitu maju, sangkal putung masih laris manis. Sangkal putung menjadi pengobatan alternatif bagi orang desa, bahkan juga orang kota. Mereka yang tulangnya patah, memilih jalan pintas, berobat kepada ahli sangkal putung.
Baca Juga: Lagi, Nur Yasin Bantu 900 Warga Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
“Tidak hanya di Jember, di Jakarta juga banyak pasien yang datang ke ahli sangkal putung,” ujar dr. Nanang Hari Wibowo, Sp.OT, (K) saat menyampaikan materi dalam Media Gathering di RS Siloam Jember, Selasa (25/7/2023).
Menurut dr. Nanang, kecenderungan warga untuk memilih sangkal putung sebagai tempat berobat tak lepas dari pertimbang praktis dan ekonomis. Praktis karena untuk berobat di ahli sangkal putung, tak butuh administrasi yang berbelit.
Baca Juga: Kemampuan Tenaga Medis Bidang Urologi RSD dr. Soebandi Cukup Mumpuni
“Juga faktor ekonomi,” jelasnya singkat.
Dr. Nanang menambahkan, secara medis tulang yang patah akan tumbuh lagi dengan sendirinya. Sehingga jika penyetelannya benar, maka penderita patah tulang, akan sembuh dan pulih seperti semula. Namun jika penyetelan tulangnya tidak pas, bisa menimbulkan ‘kekurangan’ pada si penderita.
“Hingga jalannya tidak sempurna, jika yang patah adalah kakinya. Yang ideal memang berobat ke dokter, dokter yang ahli,” tambahnya.
Namun dr. Nanang mewanti-wanti agar ahli sangkal putung hati-hati jika pasien patah tulangnya sekaligus luka kulitnya. Jika tidak hati-hati, luka itu bisa timbul infeksi.
Ruptur Tendon Achilles
Di bagian lain, dr. Nanang memaparkan tentang Tendon Achilles. Katanya, cedera ini kerap dialami ketika berolahraga.
Tendon Achilles merupakan tendon terbesar dan terkuat di tubuh manusia. Fungsinya digunakan untuk berjalan, berlari, dan melompat. Memiliki peranan penting bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya, menyebabkan tendon achilles menanggung banyak tekanan. Apabila seseorang melakukan aktivitas yang tinggi dan menggunakan tendon achilles secara berlebihan dapat mengakibatkan bagian tendon tersebut robek.
Ruptur tendon achilles merupakan pecahnya atau terpisahnya serabut tendon diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon. Insiden ruptur tendon achilles meningkat hingga 50% di negara maju. Robekan tendon achilles paling umum terjadi di negara-negara maju dengan prevalensi bervariasi dimana insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 30-39 tahun.
“Gangguan pada tendon achilles lebih umum terjadi di sebelah kiri dari pada sisi kanan. Ruptur tendon paling banyak terjadi pada laki-laki dengan rasio antara laki-laki dan perempuan kira-kira 10:1,” jelasnya.
Ruptur tendon achilles dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, gout, lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, dan hiperparatiroid. Mikro trauma yang berulang juga merupakan faktor resiko terjadinya ruptur tendon achilles.
Dalam penanganan pasien dengan gejala cedera tendon achilles, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik dan diagnostik. Pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter dengan cara meraba kaki pasien, dan meminta pasien menggerakkan kaki secara pelan untuk mengetahui lokasi pembengkakan dan rentang gerak penderita.
Sedangkan pemeriksaan penunjang dilakukan melalui USG ataupun MRI. Pemeriksaan USG umumnya dilakukan sebagai pemeriksaan dini dengan biaya yang relatif murah. Apabila diperlukan pemeriksaan lebih mendetail mengenai cedera parsial, perubahan degeneratif otot, seberapa parah kerusakan otot, maka dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan MRI.
Terdapat dua metode untuk penanganan cedera tendon achilles yaitu pengobatan konservatif maupun operatif. Tindakan dengan konservatif sangat bervariasi, secara klasik menggunakan gips panjang di kaki dengan lutut tertekuk/fleksi dan tumit di equinus (selama 2-3 minggu), pemasangan gips pendek di kaki (selama 8 minggu). Pasien tidak boleh menumpu beban selama 6 minggu pertama.
Perawatan bedah (operatif) akan dilakukan jika penanganan nonbedah tidak dapat mengobati cedera atau jika terjadi cedera tendon yang parah. Prosedur operasi melibatkan penyambungan kembali tendon atau penggunaan donor/graft tendon dari bagian tubuh lain untuk memperkuat area yang cedera. Pemulihan pasca operasi melibatkan imobilisasi dengan gips atau brace khusus yang memungkinkan tendon sembuh secara optimal.
“Pemulihan pasca operasi harus dilakukan dengan tujuan meningkatkan fleksibilitas, memperkuat otot di sekitar tendon, dan memperbaiki koordinasi gerakan yaitu dengan program rehabilitasi medik yang dilakukan oleh fisioterapis,” papar dr. Nanang (Jbr-1/Aryudi AR).