Agama

Ra Holil, Sosok di Balik Sukses Membaurnya NU-Muhammadiyah di Masjid As-Salam Surya Milenia Jember

Jember,  Portal Jawa Timur – Sudah bukan rahasia lagi bahwa bahwa NU dan Muhammadiyah kerap berseberangan dalam hal ibadah furu’iyah. Sebenarnya tidak penting-penting amat membahas perbedaan ibadah furu’iyah yang terjadi pada umat masing-masing ormas terbesar di Indonesia itu. Pasalnya, perbedaannya hanya bersifat furu’iyah (cabang), bukan dasar. Tapi justru di situlah identitas ibadah antara keduanya.

Baca Juga: Angka Stunting di Jember Tinggi, Holil Asy’ari Sebut Camat Bisa Dimainkan

Jarang sekali dijumpai jamaah NU dan Muhammadiyah rukun menggunakan satu masjid kecuali di Masjid Istiqlal Jakarta yang memang sejak lama mengakomodasi dua ibadah NU dan Muhammadiyah.

Di Jember, tepatnya di Perumahan Surya Milenia terdapat masjid yang merupakan fasilitas umum. Namanya Masjid As-Salam. Masjid tersebut sudah lama mengakomodasi ibadah NU dan Muhammadiyah. Jamaah masjidnya hidup damai, sama sekali tak terpengaruh latar belakang ormas.

Baca Juga: Prof Hepni Sebut Alumni UIN KHAS Jember Harus Mempunyai Karakter yang Khas, Ini Penjelasannya

Adalah Muhammad Holil Asy’ari yang merintis ‘perdamaian’ NU dan Muhammadiyah di masjid tersebut. Anggota Komisi A DPRD Jember ini menjadi sosok pemersatu NU-Muhammadiyah di kompleks perumahan elit itu.

Menurut Ra Holil, sapaan akrabnya, awalnya As-Salam hanya sebuah musala biasa yang berdiri di tanah fasilitas umum yang disediakan oleh pengembang. Ra Holil berinisiatif untuk menjadikan musala tersebut sebagai masjid. Sebab, di perumahan itu memang tidak ada masjid, padahal populasi penghuninya cukup banyak.

“Kami berembug dengan para tokoh di sini, dan disepakati musala tersebut dijadikan masjid. Dan alhamdulillah urunan lancar, hingga bangunan masjid berlantai dua,” ujarnya di Jember, Jumat (21/6/2024).

Medio Maret 2023, masjid As-Salam untuk pertama kalinya digunakan melaksanakan salat Jumat. Ra Holil mengaku senang karena masjid telah berdiri, dan warga pun menyambutnya dengan riang gembira.

Muhammadiyah Dilibatkan

Namun ada sesuatu yang mengganjal di hati Ra Holil. Masjid tersebut adalah fasilitas umum, dan pengembangannya disumbang oleh warga yang berlatar belakang berbeda, termasuk kader Muhammadiyah dan NU juga banyak berkontribusi.

Ganjalan tersebut berupa keinginan Ra Holil untuk menjadikan masjid tersebut sebagai tempat ibadah semua golongan. Masjid tidak boleh terkotak-kotak dalam fanatisme organisasi. Akhirnya ia memutuskan untuk melibatkan kader Muhammadiyah dalam kegiatan ibadah di masjid As-Salam. Sebab, selama ini takmir dan seluruh kegiatan ibadah di masjid As-Salam didominasi oleh kaum Nahdliyin. Dan ditunjuklah seorang profesor perwakilan Muhammadiyah untuk menjadi imam salat rawatib di masjid tersebut.

Muhammad Holil Asy’ari alias Ra Holil

“Beliau kami kasih waktu sehari dalam seminggu untuk menjadi imam salat rawatib,” jelasnya.

Praktinya ya sesuai dengan ‘peraturan’ ibadah Muhammadiyah. Saat salat Subuh, jika profesor itu menjadi imam, tidak ada qunut, tidak ada usholli, dan tidak ada wiridan dengan suara nyaring. Namun jamaahnya terdiri dari NU dan Muhammadiyah.

Begitupun  ketika bulan Ramadan. Ketika profesor itu menjadi imam salat tarawih, hanya mengambil 8 rakaat. Selebihnya  si imam mundur diganti imam yang NU untuk meneruskan hingga 20 rakaat dan ditambah 3 witir.

“Tapi untuk salat Jumat, kami yang pegang, ya pegang tongkat, adzan dua kali dan sebagainya yang menjadi ciri khas NU,” terang Ra Holil.

Ra Holil mengungkapkan, dirinya mendapat teguran dari seorang takmir masjid As-Salam lantaran memasukkan unsur Muhammadiyah. Tapi setelah diberi penjelasan dia paham juga.

Ia menambahkan, masjid As-Salam sebagai fasilitas umum tidak elok jika ‘dimiliki’ oleh satu golongan saja. Apalagi mereka juga butuh masjid. Ini soal keadilan dan proporsionalitas saja. Katanya, pelangi tampak indah karena ada beragam warna yang menyatu membentuk busur melingkar. Pelangi adalah fenomena meteorologi yang disebabkan oleh pantulan, pembiasan, dan difraksi cahaya dalam tetesan air yang menghasilkan spektrum cahaya yang muncul di langit.

“Jika NU-Muhammadiyah bersatu, indah sekali. Dan masjid ini mengawali membaurnya NU-Muhammadiyah,” urainya.

Kendati begitu, hal tersebut tidak bisa diartikan bahwa Ra Holil kader Muhammadiyah, atau setidak-tidaknya pro organisasi persarikatan itu. Tidak. Ra Holil asli NU, bahkan sebelum lahir ia sudah NU. Sejak kecil ia dididik dan besar di  lingkungan NU. Ra Holil juga pernah aktif sebagai pengurus  organisasi sayap NU, PMII.

“Saya sangat terinspirasi oleh Gus Dur yang sangat moderat,” pungkasnya (Jbr-1/AAR).

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button