Angka Stunting di Jember Tinggi, Holil Asy’ari Sebut Camat Bisa Dimainkan
Jember, Portal Jawa Timur – Sampai hari ini, angka penderita stunting di Jember masih cukup tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jember, namun penurunan angka stunting masih jauh dari ekspektasi. Jika keadaan ini terus berlanjut, jelas akan menghambat laju pembangunan Indonesia.
Baca Juga: Bupati Jember Tolak Rekomendasi DPRD untuk Copot 4 Kepala OPD
“Harus ada terobosan dari Pemkab Jember untuk menurunkan angka stunting. Kalau seperti ini terus, penurunan angka stunting dikhawatirkan tak memenuhi target sebagaimana dikehendaki pemerintah,” ucap anggota Komisi A DPRD Jember, Muhammad Holil Asy’ari di gedung Dewan, Rabu (19/6/2024).
Baca Juga: Temui Pengunjuk Rasa, Ketua Bapemperda DPRD Jember: Draf Revisi RTRW Masih di Meja Gubernur Jatim
Kekhawatiran Ra Holil, sapaan akrabnya, bisa dimaklumi. Pasalnya, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) merilis balita berisiko stunting di Kabupaten Jember bertengger di nomor 4 tertinggi se-Jawa Timur. Sedangkan Lembaga Survei dari Kementerian Kesehatan RI mencatat prevalensi status gizi di Jember berada di angka 29, 7 persen.
Bendahara DPD Partai Golkar Jember itu, untuk menurunkan angka stunting keberadaan camat bisa dimainkan. Katanya, posisi camat cukup penting dalam berkontribusi menekan angka stunting. Sebab, camat adalah perangkat pemerintah daerah yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
“Dalam hal penurunan stunting, camat bisa langsung sosialisasi kepada lurah, kades, PKK, kader posyandu, dan sebagainya. Makanya setiap tahun anggarannya kita tambah,” tambah Ra Holil.
Menurutnya, angka 29, 7 persen sebenarnya sudah turun drastis dibanding periode sebelumnya yang mencapai 34,9 persen. Meski demikian angka itu (29,9 persen) masih tergolong tinggi. Karena itu, ia mengimbau agar camat meningkatkan intensitasnya untuk sosialisasi pencegahan stunting.
“Camat itu ujung tombak di lapangan, perlu terus sosialisasi penurunan angka stunting, terutama di Jember bagian utara yang kita tahu banyak yang stunting” tambah Ra Holil.
Anggota Fraksi Gabungan PENDEKAR DPRD Jember itu mengingatkan bahwa penurunan angka stunting butuh penanganan yang konfrehensif. Tidak hanya balita yang perlu diberi asupan gizi dan ibunya yang harus begini dan begitu tapi sang ayah juga perlu diberi pemahaman.
“Suami juga perlu diberi pemahaman. Sebab, terkadang suami eman beli susu, tapi untuk beli rokok tidak begitu. Padahal biaya beli rokok jauh lebih besar dibanding beli susu,” urainya.
Lalu bagaimana peran Balai Penyuluhan KB yang ada setiap kecamatan? Menurut Ra Holil tidak ada masalah, namun mesti ditingkatkan kualitas kinerjanya.
“Sejauh ini peran Balai Penyuluhan KB belum maksimal, bahkan aksinya lebih banyak seremonial,” pungkasnya (Jbr-2/AAR).