News

Ketua FKUB Jember: Persoalan Ogoh-ogoh Sudah Klir, Boleh Ditampillkan

 Jember,  Portal Jawa Timur – Silang sengkurat terkait penampilan Ogoh-ogoh di rangkaian Parade Budaya dan Pentas Seni Kabupaten Jember sudah klir alias tuntas. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jember KH Abd. Muis Shanhaji saat menjadi narasumber dalam acara Sarasehan di Jember Pluralitas Hub, Kantor Bakesbangpol  Kabupaten Jember, Jumat (12/5/2023) malam.

Seperti diketahui, rencana penampilan Ogoh-ogoh di ajang Parade Budaya dan Pentas Seni yang digelar Pemerintah Kabupaten Jember  mendapat sorotan dari sejumlah elemen masyarakat. Sebab, hasil kreasi budaya masyarakat Bali itu dinilai tidak sesuai dengan adat warga Jember yang mayoritas Muslim. Pasalnya Ogoh-ogoh dianggap bagian dari ritual agama Hindu.

Menurut Gus Muis, sapaan akrabnya, Pemkab Jember sangat memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat, terutama terkait dengan penolakan Ogoh-ogoh. Karena itu, katanya, Bupati Jember Hendy Siswanto dan wakilnya KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman, dan dirinya  bertandang ke Bupati Jembrana Bali untuk mencari tahu tentang apa dan bagaimana sejarah Ogoh-ogoh itu.

Baca Juga: Merawat Keragaman Adalah Kata Kunci Merawat Keutuhan Indonesia

Pengasuh Pondok Pesantren As-Syafa’ah tersebut menambahkan, dari penjelasan tokoh-tokoh adat di Bali bahwa awalnya Ogoh-ogoh adalah kreasi budaya anak-anak muda Bali sejak tahun 1980-an. Namun seiring perjalanan waktu, Ogoh-ogoh akhirnya dijadikan bagian pelengkap dari rangkaian ritual warga Hindu.

“Kalau Ogoh-ogoh yang untuk ritual, didahului dengan sesajen dan sebagainya sebelum Ogoh-ogoh ditampilkan,” lanjutnya.

Selain itu, Ogoh-ogoh juga mempunyai fungsi lain, yaitu untuk meramaikan pentas budaya di acara-acara masyarakat Bali.  Katanya, Ogoh-ogoh yang ditampilkan di Jember berasal dari Jembrana, hasil lomba Ogoh-ogoh antar kecamatan se-Kabupaten Jembrana.

“Membawanyapun ke Jember, ya pakai trailer, gak ada ritural apapun apalagi sesajen. Jadi ini murni budaya. Sehinga klir, boleh ditampilan. Sama saja dengan karnaval ada yang bawa patung singa, dan sebagainya,” ungkapnya.

Di tempat terpisah, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jembrana, Putu Waliana Yasa mengungkapkan, pembuatan Ogoh-ogoh semula memang dimaksudkan untuk menarik wisatawan. Tapi agar Ogoh-ogoh diterima oleh masyarakat Bali lalu dibumbui dengan nilai-nilai spriutal.

“Dulu Ogoh-ogoh jarang yang buat. Baru tahun 1990 ke atas Ogoh-ogoh menjadi trend karena masyarakat merasakan manfaat keberadaan Ogoh-ogoh, peningkatan pariwisata luar biasa,” pungkasnya.

Jumat malam saat Pentas Budaya dan Parade Seni dibuka oleh Bupati Hendy, Ogoh-ogoh sudah dipajang di Alun-alun. Siang ini, Sabtu (13/5/2023), Ogoh-ogoh akan ditampilkan bersama dengan hasil budaya lain seperti seni hadrah al-Banjari, al-Jiduri, barongsai, reog, can macanan kadduk, tak buta’an dan sebagainya dengan start di Kantor UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub, Jalan Gajahmada, dan finish di Alun-alun Jember. Nanti malam di Alun-alun Jember juga akan ditampilkan qasidah dan gambus (Aryudi AR).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button