Hubungan Agama dan Politik dalam Perspektif Imam Al-Mawardi (Pengarang Kitab Al-Ahkam as-Sultaniyyah)
Oleh: Aisyah Ajhury Al Hasani
Imam Al-Mawardi (974-1058 M) adalah ulama besar yang banyak memberikan kontribusi terhadap pemikiran politik Islam klasik. Pemikiran Al-Mawardi tentang hubungan antara agama dan politik, yang dituangkan dalam karya terkenalnya Al-Ahkam as-Sultaniyyah, menjadi salah satu fondasi pemahaman mengenai tata kelola negara Islam. Bagi Al-Mawardi, politik tidak bisa dipisahkan dari agama, karena agama adalah landasan moral yang memberi legitimasi kepada pemerintahan dan mengatur kehidupan masyarakat.
Konsep Imamah dan Kepemimpinan
Salah satu konsep utama dalam pemikiran politik Imam Al-Mawardi adalah Imamah atau kepemimpinan dalam Islam. Menurutnya, pemimpin (imam) bertanggung jawab tidak hanya pada urusan duniawi, tetapi juga pada pemeliharaan agama.
إِنَّ الإِمَامَةَ مَوْضُوعَةٌ لِخِلافَةِ النُّبُوَّةِ فِي حِرَاسَةِ الدِّينِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا.
Inna al-imamata mawdu’atun li-khilafati an-nubuwwati fi hirasati ad-dini wa siyasati ad-dunya.
“Sesungguhnya imamah ditetapkan untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengelola urusan dunia.”
Dalam pandangan Al-Mawardi, posisi imam atau kepala negara adalah perpanjangan dari tugas-tugas kenabian. Tugas utamanya adalah menjaga agar syariat tetap diterapkan dalam pemerintahan dan memimpin masyarakat dengan keadilan. Karena itu, imam harus dipilih dari orang yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan mampu menerapkan hukum-hukum Islam secara benar.
Kewajiban Imam dalam Menegakkan Keadilan
Salah satu elemen penting dalam pemikiran Al-Mawardi adalah keadilan. Menurutnya, seorang pemimpin harus adil dan menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Keadilan tidak hanya bersifat personal tetapi juga struktural, yang berarti pemimpin harus menciptakan sistem yang adil untuk masyarakat.
إِنَّ العَدْلَ أَسَاسُ الْمُلْكِ وَبِهِ تَثْبُتُ دَوْلَةُ الإِمَامِ.
Inna al-‘adla asasu al-mulki wa bihi tuthbitu dawlatu al-imami.
“Sesungguhnya keadilan adalah fondasi kekuasaan, dan dengan itu kekuasaan seorang imam menjadi kokoh.”
Konsep keadilan ini menjadi pilar utama dalam pemikiran Al-Mawardi, karena keadilan adalah syarat utama bagi tegaknya sebuah negara yang kuat dan stabil. Pemimpin yang adil dianggap mampu menciptakan keseimbangan sosial dan mengurangi konflik, sehingga masyarakat hidup dalam suasana harmonis.
Hubungan Dinamis antara Agama dan Politik
Dalam perspektif Al-Mawardi, agama dan politik memiliki hubungan yang dinamis. Al-Mawardi memahami bahwa setiap pemerintahan harus merangkul agama sebagai panduan moral dalam mengelola kekuasaan dan masyarakat. Menurutnya, pemimpin yang tidak mematuhi syariat Islam akan kehilangan legitimasi politiknya.
إِنَّ السِّيَاسَةَ تَحْتَاجُ إِلَى تَدْبِيرٍ دِينِيٍّ وَمُرَاقَبَةٍ شَرْعِيَّةٍ.
Inna as-siyasata tahtaaju ila tadbirin diniyyin wa muraqabatin shar’iyyatin.
“Sesungguhnya politik membutuhkan pengelolaan berbasis agama dan pengawasan yang syar’i.”
Al-Mawardi juga melihat pentingnya peran ulama dalam politik. Menurutnya, ulama memiliki tanggung jawab untuk memberikan nasihat kepada pemimpin agar tetap berada di jalan yang benar sesuai syariat Islam. Dengan demikian, ada sinergi antara ulama dan penguasa dalam menjaga stabilitas negara dan keutuhan agama.
Peran Ulama dalam Politik
Selain pemimpin politik, Al-Mawardi menekankan peran penting ulama dalam menegakkan pemerintahan yang baik. Ulama, sebagai penjaga moralitas dan pengetahuan agama, berperan dalam mengawasi kebijakan politik agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Ulama juga bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan kepada pemimpin dalam situasi-situasi kritis.
إِنَّ العُلَمَاءَ وَالْحُكَّامَ شُرَكَاءُ فِي سِيَاسَةِ الأُمَّةِ.
Inna al-‘ulama’a wal-hukkama shuraka’u fi siyasati al-ummah.
“Sesungguhnya para ulama dan penguasa adalah mitra dalam mengatur umat.”
Ulama dan penguasa harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil selalu sejalan dengan syariat dan kepentingan umat Islam. Dalam hal ini, ulama berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan dan penjaga agar penguasa tidak menyimpang dari jalan Islam.
Agama sebagai Kontrol Politik
Al-Mawardi juga melihat bahwa agama berfungsi sebagai kontrol politik yang efektif. Agama menetapkan batas-batas moral yang harus diikuti oleh penguasa, serta memberikan panduan etika bagi pemimpin dalam mengambil keputusan politik. Dengan agama, kekuasaan politik tidak bersifat absolut, tetapi selalu diawasi dan dikendalikan oleh prinsip-prinsip ilahi yang mengarah pada kebaikan bersama.
السُّلْطَانُ بِغَيْرِ الدِّينِ يَكُونُ جَائِرًا.
As-sultanu bighayri ad-dini yakunu ja’iran.
“Kekuasaan tanpa agama akan menjadi zalim.”
Dalam hal ini, agama tidak hanya memberikan legitimasi kepada kekuasaan, tetapi juga menjadi mekanisme pengawasan agar kekuasaan tetap berada dalam jalur yang benar dan tidak disalahgunakan.
Kesimpulan
Imam Al-Mawardi menawarkan pemikiran politik Islam yang menjadikan agama sebagai landasan utama dalam membangun sistem pemerintahan yang adil. Dalam perspektif Al-Mawardi, hubungan antara agama dan politik sangat erat, di mana agama memberikan legitimasi dan panduan moral, sementara politik bertugas mengelola urusan dunia dengan adil. Pandangan ini menekankan pentingnya peran pemimpin yang taat pada syariat Islam serta keterlibatan ulama dalam menjaga kestabilan pemerintahan dan kesejahteraan umat
Penulis merupakan praktisi dakwah dan pendidikan dan koordinator pemberdayaan perempuan Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama’ (ISNU) Jawa Timur.