Menjelang Lebaran, Ini Kisah Miris Musnatun, Warga Miskin Beranak Empat di Pinggiran Kota Jember
Rumah Aslinya Ambruk, Saat Ini Ngampung di Tanah Milik PTPN
Jember, Portal Jawa Timur – Hari-hari ini, hari-hari menjelang Lebaran seharusnya merupakan saat-saat berbahagia bagi masyarakat, khususnya umat Islam lantaran tak lama lagi memasuki Lebaran. Tapi tidak demikian bagi Musnatun. Tak ada kebahagiaan. Warga miskin beranak empat yang tinggal di pinggiran kota Jember ini, tidak pernah berpikir soal lebaran, justru ia susah untuk menyambung hidup sehari-sehari.
Tak bisa dipungkiri bahwa kemiskinan masih menghunjam negeri ini. Di Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember, terdapat salah satu keluarga besar yang hidupnya cukup memprihatinkan. Kisah mirisnya mengiris hati. Dia adalah Musnatun, 44 tahun. Dikatakan keluarga besar karena ia memiliki 4 orang anak, dan masih hamil 6 bulan. Keempatnya putus sekolah lantaran tidak ada biaya.
Meskipun sudah lama sekolah tidak memungut SPP dan uang gedung, namun komponen biaya sekolah tidak hanya SPP dan uang gedung tapi banyak, di antaranya seragam dan sangu.
“Mau sekolah gimana, buat makan saja susah,” ujarnya di kediamannya, Sabtu (6/4/2024).
Musnatun tidak punya suami sah. Ia memiliki suami sirri dan itupun dia menjadi istri kedua. Konon suaminya tukang ojek konvensional. Sudah bisa ditebak kondisi ekonomi Musnatun dan 4 anak hasil pernikahan sirinya itu. Apalagi sang suami jarang pulang.
“Suami saya jarang pulang, ke sini seminggu sekali,” tambahnya.
Musnatun tidak punya keterampilan apapun untuk menghasilkan uang. Beberapa kali membuka warung gorengan tapi akhirnya kolaps karena keuntungan dan modalnya habis untuk biaya hidup sehari-hari.
Akhirnya ia hanya berharap belas kasihan orang, menunggu disuruh-suruh dengan imbalan uang atau beras.
Musnatun memang mendapat bantuan sebulan sekali dari Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos sebanyak Rp200.00, tapi tentu saja itu tak cukup untuk dimakan 5 orang. Saat ini uang Rp200.000 hanya cukup untuk beli beras 10 kilogram. Beras doang, belum kebutuhan lainnya.
“Untungnya Riki sudah bisa kerja, bisa bantu-bantu kami,” tambahnya.
Riki adalah anak pertama Musnatun. Ia putus sekolah saat kelas 5 Madrasah ibtidaiyah (MI) tak jauh dari rumahnya. Riki terpaksa harus kerja untuk menghidupi dirinya sendiri dan adik-adiknya.
Riki bekerja sebagai tukang bajak sawah, itupun hanya mendapat uang yang tak seberapa dari si pemilik bajak jika pekerjaannya sudah selesai.
Bisa dibayangkan betapa susahnya hidup Musnatun, pemasukannya hanya menunggu dari anaknya Riki dan adiknya, Fiki yang bekerja serabutan. Rumah yang ditempatinya berdiri di atas tanah milik PTPN, yang dulu dibuat gudang pengeringan tembakau. Sedangkan rumah asalnya sudah ambruk.
Tapi bagaimanapun, kehidupan harus mereka jalani, betapapun perihnya. Masih belum ada tanda-tanda kapan nasibnya akan berubah. Licinnya jalan sepanjang hampir 2000 kilo meter yang dibangun Bupati Jember Hendy Siswanto, tak ada pengaruh apapun bagi peningkatan kehidupan Musnatun. Terangnya lampu PJU di sepanjang jalan, juga tak membuat kehidupan Musantun semakin terang. Hidupnya buram dan buram sepanjang masa (Jbr-1/AAR).