News

Wabup Jember Sebut Stunting Nyaris Sama Dengan Covid-19

Banyak yang Tak Percaya tapi Faktanya Ada

Jember,  Portal Jawa Timur – Pemerintah Kabupaten Jember tak perlu cemas terkait angka stunting yang saat ini masih cukup tinggi, yakni 34 persen. Sebab, angka ini masih bisa diperdebatkan soal keabsahannya. Di sisi lain. angka penderita stunting di Jember berdasarkan aplikasi elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) hanya 7 koma sekian persen.

Baca Juga: Ini 3 Program Camat Arjasa Jember untuk Menekan Angka Penderita Stunting

“Jadi disparitasnya cukup jauh,” ujar Wakil Bupati Jember KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman saat memberikan sambutan dalam Rembug Stunting Desa Rambigundang Kecamatan Rambipuji di balai desa setempat, Kamis (14/9/2023).

Baca Juga: Tugu Pagar Nusa Ajung Jember Dibongkar, Gus Firjaun: Kita Beri Contoh pada Masyarakat, Tidak Boleh Ghosob

Menurut Gus Firjaun, sapaan akrabnya, persoalan stunting nyaris sama dengan Covid-19. Banyak masyarakat tidak percaya, namun faktanya ada. Tak sedikit manusia bergelimpangan gara-gara diterjang Covid-19. Stunting juga hampir sama. Angka-angka yang muncul seolah tidak masuk akal.

“Tapi faktanya (stunting) memang ada, walaupun mungkin tidak sebanyak yang disebutkan dalam survei itu (SSGI),” jelasnya.

Sebenarnya acuan standart survei dalam menentukan jumlah penderita stunting sudah ada di Kementerian Kesehatan, misalnya  ukuran minimal tinggi badan dan berat badan. Jika tinggi bayi dan berat badannya di bawah standard minimal, maka itu berisiko stunting.

“Berisiko stunting, bukan stunting. Jadi mungkin disparitas angka stunting itu muncul karena alat ukurnya tidak sama,” ucap Gus Firjaun.

Kendati demikian, Gus Firjaun tetap menganjurkan agar masyarakat mewaspadai stunting. Katanya, hasil sebuah penelitian  bahwa 70 persen penurunan stunting itu adalah hasil intervensi sensitif. Sedangkan 30 persen dihasilkan dari intervensi spesifik.

Yang dimaksud dengan intervensi sensitif adalah terkait dengan perubahan pola hidup, kemudahan akses kesehatan, sanitasi, air bersih dan sebagainya. Hal ini pengaruhnya besar dalam menangani stunting.

Namun sayang, dalam penggarannya terjadi ketidaksesuaian. Justru intervensi yang banyak menyedot uang adalah intervensi koordinatif, misalnya rapat-rapat dan sebagainya. Sehingga pencegahannya tidak tepat sasaran.

“Dalam rencana percepatan penurunan stunting, dana yang digunakan untuk PPS (percepatan penurunan stunting) ini komposisinya adalah 70 intervensi sensitif, 25 spesifik, 5 untuk koordinatif,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Rambigundam, Mangsur mengungkapkan, drinya bingung terkait standart penentuan stunting yang ada selama ini. Kalau mengacu kepada Puskesmas yang menggunakan standart WHO, tentu banyak orang yang distempel stunting di desa Rambigundam.

“Jadi perlu ada standart yang pasti dan sama dalam penentuan stunting. Selama ini ‘kan beda-beda, sehingga tidak sama hasilnya,” ucapnya.

Mangsur berharap agar stunting diteliti betul berapa jumlah yang sebenarnya di Desa Rambigundam. Jika ril jumlahnya diketahui, maka pengobatannya mudah dan tepat sasaran.

“Kalau jumlah stunting di desa ini dikatakan sampai seratus sekian, ini yang goblok kepala desanya,” pungkasnya (Jbr-AAR).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button