Rektor UIN KHAS Jember Prof Hepni: Keyakinan yang Kuat Kunci Mewujudkan Kenyataan
Jember, Portal Jawa Timur – Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember Prof Hepni Zain menegaskan bahwa keyakinan yang kuat adalah kunci untuk mewujudkan kenyataan.
Penegasan tersebut disampaikan Prof Hepni saat menjadi khotib Salat Idul Adha di Masjid Haji Muhammad Cheng Hoo Jember Jawa Timur, Senin (17/6/2024).
Baca Juga: Jadi Khotib Saat Wukuf di Arafah, Wakil Rektor UIN KHAS Jember, Prof Hepni Membeber Kisah Nabi Adam
Menurut Prof Hepni, tidak melulu yakin tapi juga harus diiringi dengan kerja keras, sabar, dan tawakkal yang total kepada Allah niscaya akan mendatangkan pertolongan yang tak terduga.
Baca Juga: Fida, Hafal 30 Juz Al-Qur’an Sekaligus Wisudawan Terbaik UIN KHAS Jember: Ini Dia Profilnya
“Jadi, serahkan sepenuhnya kepada Allah tanpa keraguan, karena keyakinan yang kuat adalah kunci untuk mewujudkan kenyataan,” ucapnya.
Hal tersebut merujuk pada kisah Nabi Ibrahim dan Ismail. Katanya, ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk hijrah ke Mekkah, ia pergi dengan sedikit bekal dan meninggalkan istri dan bayinya di tempat yang tandus. Saat istri Ibrahim bertanya mengapa mereka harus pergi ke tempat seperti itu, Ibrahim diam tapi akhirnya mengatakan bahwa itu adalah perintah Allah. Siti Hajar menghibur dirinya bahwa jika itu adalah perintah Allah, maka Allah tidak akan mempersulit mereka.
“Dialog yang mengiris hati itu mencerminkan kedalaman iman dan sikap tawakal yang tinggi,” ungkapnya.
Prof Hepni melanjutkan, Ibrahim dan Siti Hajar meninggalkan segala kemapanan dan melakukan pengorbanan semata-mata karena keyakinan bahwa hanya Allah yang dapat menghidupkan, melindungi, dan memberi rezeki. Namun, ujian mereka belum berakhir.
Ketika persediaan air dan makanan Siti Hajar habis, Isma’il bayi yang haus menangis, tetapi Allah memberikan pertolongan dengan memancarkan air dari langkah kaki sang bayi.
Selanjutnya, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Isma’il. Keduanya sangat terguncang, tetapi Isma’il dengan tulus menerima perintah Allah dengan keberanian dan kesabaran.
“Dari pengalaman ini, kita bisa mengambil banyak pelajaran, bahwa kerja keras, kesabaran, keyakinan, dan tawakkal yang total kepada Allah akan mendatangkan pertolongan yang tak terduga,” urai Prof Hepni.
Lelaki yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep Madura ini menambahkan, Ibrahim bukan hanya seorang nabi dalam arti religius, tetapi juga seorang pemimpin moral dan spiritual yang berani mempertanyakan status quo. Ia dikenal karena keberaniannya menentang penyembahan berhala, berdiri teguh di hadapan raja zalim, dan menjalankan perintah Tuhan dengan penuh ketulusan meskipun sering kali berat di sisi manusia.
“Keberanian dan keteguhan hati seperti inilah yang kita butuhkan di zaman ini,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan Ibrahim-Ibrahim baru. Pasalnya, di tengah dunia yang semakin terpecah-belah oleh ideologi, politik, dan kepentingan pribadi, Indonesia memerlukan figur-figur yang berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan tanpa takut akan konsekuensinya.
“Kita butuh pemimpin yang memiliki integritas, yang tidak hanya memikirkan kepentingan sesaat tetapi juga dampak jangka panjang bagi umat manusia dan alam semesta,” pungkasnya (Jbr-1/AAR).