Pengabdian dan Lanskap Kehidupan Seorang Kades Tegalrejo Kabupaten Jember
Nunung Adi Kontesa. Nama ini secara harfiah tak ada hubungannya dengan pengabdian. Tapi pekerjaannya berkorelasi dengan pengabdian.
Nunung, sapaan akrabnya, adalah Kepala Desa Tegalrejo Kecamatan Mayang Kabupaten Jember yang mempunyai tagline pengabdian untuk rakyat. Dan masa pengabdian itu menemukan momentumnya ketika pemerintah memutuskan untuk memperpanjang masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 8 tahun.
“Bekerja sebagai kades atau apapun yang dibayar oleh negara, intinya adalah pengabdian kepada rakyat,” ucap Nunung di Jember, Kamis (13/6/2024).
Mantan Ketua IPNU Kecamatan Mayang Kabupaten Jember ini tampak sumringah di antara ratusan kepala desa (kades) yang menerima SK Perpanjangan Masa Jabatan Kades di aula PB Sudirman Jember, Senin lalu.
Ya, para kades saat ini tengah berbunga-bunga. Pasalnya, perjuangan para kades se-Indonesia untuk memperpanjang masa jabatan, menuai hasil. Pemerintah mengabulkan tuntutan mereka terkait masa jabatan kades, yang asalnya 6 tahun menjadi 8 tahun.
Perasaan berbunga-bunga juga tampak menyelimuti Nunung. Ia yang dilantik sebagai kades tahun 2021, maka bisa duduk tenang di kursi kades hingga tahun 2029.
“Alhamdulillah ini perlu disyukuri sebagai buah perjuangan kita dan teman-teman kades,” ujar Nunung di Jember, Kamis (13/6/2024).
Duduk tenang bukan tanpa kerja. Disyukuri bukan karena lama menikmati gaji. Namun dengan masa jabatan 8 tahun, ia bisa bekerja dan berbuat lebih banyak untuk kepentingan rakyat, bisa lebih maksimal membangun desa.
Menurut Nunung, untuk membangun Desa Tegalrejo membutuhkan pengabdian dan usaha yang sungguh-sungguh, dan kreatifitas yang cerdas. Sebab, desa yang merupakan pecahan dari Desa Tegalwaru ini, tidak memiliki sumber kekayaan alam apapun. Keunggulan Desa Tegalrejo adalah dilintasi oleh jalan nasional jurusan Banyuwangi.
“Tidak ada kekayaan alam apapun di sini (Desa Tegalrejo), misalnya lokasi-lokasi yang potensial untuk wanawisata, tidak ada,” jelasnya.
Kendati demikian, Nunung mengaku bangga menjadi rakyat sekaligus ‘sesepuh’ Desa Tegalrejo. Bukan sekadar kades, tapi Nunung lahir dan besar di situ. Bumi yang diinjak pertama kali oleh Nunung 47 tahun lalu, adalah tanah Tegalrejo. Dan bisa jadi tanah Tegalrejo pula kelak yang akan menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir.
“Saya asli Tegalrejo, saya bukan kades impor, dan saya mencintai Tegalrejo,” ungkapnya.
Mengabdi untuk Membangun
Walaupun Tegalrejo tidak memiliki kekayaan alam, namun patut disyukuri lantaran warganya cukup kreatif dalam berusaha mencari kehidupan. Rata-rata warga Tegalrejo adalah petani. Namun tidak sedikit yang punya home industri. Salah satu produknya yang cukup terkenal adalah kue kacang.
“Kami sudah beberapa kali mengadakan pelatihan dan pembinaan terkait usaha kue kacang,” tambah Nunung.
Kepedulian sang kades terhadap pengembangan kue kacang hanya contoh kecil bagaimana ia membangun Desa Tegalrejo. Tentu tidak gampang membangun desa dengan kekayaan alam yang minim. Karena itu, ia berharap doa dan dukungan masyarakat serta para kiai agar diberi kemampuan membangun Tegalrejo hingga menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
“Saya selalu berharap dukungan dan doa warga dan para kiai agar mampu menjalankan amanah ini dengan baik, mengabdi kepada masyarakat dengan tulus,” pungkasnya.
Pengabdian harus ditanam sebagai dasar dalam bekerja. Bagi Nunung, bertambahnya masa jabatan kades sangat positif lantaran semakin menambah waktu mengabdi untuk masyarakat. Mengabdi untuk membangun. Dan membangun adalah wujud dari pengabdian. Memang, pengabdian tak pernah sunyi dari lanskap kehidupan sang kades (Jbr-AAR).