News

Fraksi PKB DPRD Jember Heran Guru Tak Libur Usai UAS dan Ujian Semester

Portal Jawa Timur, Jember – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Jember merasa heran terkait kebijakan Pemkab Jember dalam hal ini Dinas Pendidikan (Dispendik) yang tidak memberikan libur bagi guru setelah digelar Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Semester.

Baca Juga: Arus Perubahan Tak Bisa Dibendung, NasDem Jember Siap Kawal Pasangan AMIN

Bukan tanpa alasan keheranan FPKB DPRD Jember muncul. Pasalnya, setelah peserta didik menjalani UAS dan Ujian Semester, mereka  diliburkan. Sementara guru tetap diharuskan masuk sekolah.

Baca Juga: Bupati Jember Tolak Rekomendasi DPRD untuk Copot 4 Kepala OPD

“Lantas terbersit sebuah pertanyaan, guru yang masuk pasca-ujian ini akan melakukan pengajaran terhadap siapa? Sedangkan siswa yang diajarinya pun sudah libur,” ucap juru bicara FPKB, Mufid Sya’roni dalam Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum Fraksi terhadap Penyampaian Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jember tahun 2024 di gedung DPRD Jember, Rabu (23/11/2023).

Menurut Mufid, keluhan para pahlawan tanpa jasa itu terungkap setelah pihaknya turun langsung pada wilayah tiap dapil untuk menyerap aspirasi masyarakat. Mereka rara-rata mengeluh lantaran tidak ada libur setelah menggelar UAS dan Ujian Semester. Sebagai jembatan aspirasi, tentu keluhan tersebut wajib diakomodasi  dan disampaikan kepada eksekutif.

“Setiap kunjungan, terdapat keluhan guru yang kemudian menyampaikan fakta bahwa guru tetap masuk meski murid telah menjalani libur pasca-ujian kenaikan baik dari UAS dan Ujian Semester,” tuturnya.

Alumni Pondok Pesantren Nuris Antirogo Kecamatan Sumbersari Jember itu menambahkan, keseimbangan antara bekerja dan beristirahat menjadi kunci untuk menjaga kualitas pengajaran. Kehadiran guru di sekolah secara kontinu meskipun muridnya tidak ada, tidak selalu menjamin kualitas pengajaran lebih optimal.

“Bahkan, hal itu bisa berujung pada kelelahan dan penurunan produktivitas guru yang ujung-ujungnya mempengaruhi kualitas pendidikan yang ditawarkan kepada siswa,” ungkapnya.

Selain itu, Mufid juga menyoroti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dinilainya masih belum optimal dibandingkan dengan total pendapatan. Meskipun sudah dipatok angka PAD sebesar Rp.928 miliar, namun masih perlu upaya lebih besar untuk meningkatkan sumber pendapatan lokal.

“Dan tidak hanya mengandalkan pada pendapatan transfer,” pungkasnya (Jbr-1/AAR).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button